Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu? dan Kami telah menghilangkan daripada bebanmu, yang memberatkan punggungmu? Dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu. Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan hanya kepada Tuhanmu lah hendaknya kamu berharap. (Surat Al Insyirah)

Tuesday, November 17, 2009

12. Di Balik Kesulitan, Ada Kemudahan



(Dua minggu pascabencana Padang, Mario Teguh datang ke sana, berjalan di antara puing-puing bangunan, mengunjungi tempat ibadah, sekolah, rumah sakit, berbicara dengan guru, anak-anak, dokter, wartawan, korban yang selamat, relawan yang membangunkan rumah untuk warga). Kita pasti bisa menemukan pelajaran dari saudara-saudara kita di Padang dan sekitarnya, yang bisa membangun kehidupan super sekali, yang besar, yang kuat, karena mereka bukan tipe yang lama mengeluh, tapi yang menyegerakan kebaikan kehidupan mereka. Di antara puing ini, saya temukan undangan pernikahan. Saya tidak berani melihat tanggal, karena pasti ada yang berubah, entah apa yang berubah dalam rencana itu. Kejadian mendadak seperti ini, menjadikan pribadi fleksibel, menerima yang sudah terjadi, membangun kehidupan selanjutnya, dari apapun yang tersisa dari kehidupan kita. Karena tidak mungkin Tuhan menempatkan kita di sebuah keadaan tanpa rencana untuk lebih memuliakan kehidupan kita.

***

Guru, bukan profesi yang membuat kita kaya raya, tetapi profesi yang sangat dimuliakan Tuhan.

***

Orang Padang hebat, tidak ada bekas luka hati, cepat sekali. Di Jakarta, kita mendengarnya parah sekali, lalu sampai di sini, seperti tidak pernah terjadi apapun. Mereka meneruskan hidup. Memang ini tidak mudah. Para ulama sudah mengingatkan kita, bahwa tidak ada sesuatu terjadi kecuali atas seizin Tuhan. Kalau sesuatu terjadi, berarti ada maksudnya. Ayat lain menyebutkan, tidak mungkin kita ditaruh di keadaan tanpa kemampuan menyelesaikannya. Tidak mungkin orang biasa, sebaik dan sekuat kita tahan dalam keadaan ini, lama mengeluh, menyalahkan keadaan. Kita menerima. Kita ditinggal keluarga, sedih itu wajar. Yang kita lakukan karena yang terjadi, mau terjadi apa tidak lebih penting dari yang kita lakukan karena terjadi itu. Gempa yang sama bisa terjadi pada dua kaum, bisa jadi satu kaum lebih cepat bangkit. Hebat itu sedih tapi berusaha membahagiakan orang lain.


***

(Mario Teguh bertanya pada anak-anak kelas 5 SD). ‘Siapa mau jadi bupati?’, ‘Siapa mau jadi pengusaha?’, siapa mau jadi orang kaya?’ (Anak-anak angkat tangan sesuai keinginan). Yang ini, semua harus angkat tangan, siapa mau jadi orang baik? (Semua anak angkat tangan). Berarti, kita mau jadi orang baik yang kaya, jadi orang baik yang pangkatnya tinggi, jadi orang baik yang dihormati, jadi orang baik yang kalau bicara didengarkan orang. Jadi kalau begitu, yang paling penting jadi orang baik. Jadi orang baik itu gampang ditolong Allah. Jadi, kalau ulangan lupa, minta tolong Tuhan, lalu ingat. Paling enak itu jadi murid yang disayangi guru. Caranya, kalau guru bicara, melihat guru sambil mengangguk-angguk. Waktu guru kelihatan pandai, kita gerakkan kepala dengan perasaan takjub. Jadi murid yang disayangi guru itu penting, karena murid yang disayangi guru berarti disayangi orang tua. Kepada orang tua juga hormat, kalau orang tua bicara, dengar, senyum.

***

Kalau belajar itu jangan tegang, yang gembira, senang, hidup kita panjang, tidak boleh tegang, sedih, yang gembira.

***

Orang Padang, yang kalau kami lihat, orang yang kuat, yang menatap masa depan tidak terhalangi puing di hadapan mereka, melihat masa depan dengan cara berjalan tegak di atas puing.

***

Orang yang hebat itu orang yang sedih tapi berusaha membahagiakan orang lain.

***

(Mario Teguh berbicara dengan dokter). Dalam keadaan gelap, listrik mati, mereka melakukan perawatan dan tindakan medis. Semua dokter dan dokter spesialis memakai penerangan dari handphone sendiri, digunakan untuk menerangi tindakan medis. Padahal dokter itu juga harus memikirkan keluarga yang tidak bersama mereka waktu itu. Dengan latar belakang seperti itu, mereka tetap melayani. Itu betul-betul bertindak dengan kualitas terbaik dalam seburuk-buruknya keadaan. Saluran air mati, dokter mencari air kemana-mana untuk pasiennya, menemukan kulkas terbuka di lapangan, menemukan air minum kemasan yang masih baik, di dalam kepemimpinan, pembuktian kualitas seorang pemimpin itu dalam keadaan seperti ini, mendahulukan tindakan. Karena semua tugas itu yang penting tindakannya, bukan rencananya.

***

Media tidak boleh bersaing, bertanding untuk banyak-banyakaan sumbangan, itu bukan tujuan penggalangan dana, tapi menerima dan secepatnya menyampaikan pada yang membutuhkan. Supaya kita bisa segera hidup normal. Karena tanpa bencana saja, hidup belum tentu mudah, apalagi dengan bencana. Maka, kita hargai dokter yang bekerja tanpa lampu, kita hargai tentara yang membantu, yang bekerja, padahal mereka bisa mengkhawatirkan keluarga, mereka bekerja. Kita diingatkan Tuhan untuk saling menyayangi. Saya tidak setuju kita dihukum karena pemimpin yang korup, tidak amanah. Masak orang yang tidak mengerti apa-apa dihukum karena dosa orang lain. Tidak ada orang menebus dosa orang lain. Jadi, mungkin itu pemberitahuan.

***

(Dokter bercerita, di rumah sakitnya itu, saat gempa terjadi, gedung pusat AC bergeser, semua AC mati. Dokter melakukan operasi di alam bebas. Padahal dalam keadaan normal, udara pun harus steril. Walau sedang gempa, operasi itu berhasil). Karena yang mensterilkan proses itu Tuhan. Niat yang mulia itu ajaib sekali.

***

Tidak mudah menerima kehidupan yang tercabik, tetapi memang bencana tidak mungkin dikenakan pada kaum yang tidak kuat. Hanya kepada saudara kita yang sekuat ini, untuk menjadikan kehidupan ini besar.

***

Orang bilang hidup ini sementara, jangan percaya. Hidup ini tidak sementara. Hidup di dunia yang sebentar ini menentukan kualitas kita yang abadi di akhirat nanti. Jangan sepelekan kualitas hidup di dunia.

***

Semua tugas itu yang penting tindakannya, bukan rencananya. Karena keberhasilan itu ada dalam tindakan.

***

(Kepada seorang Ibu yang selamat, yang sedang terbaring di rumah sakit, Mario Teguh bertanya, ‘Saya gembira melihat Ibu kuat sekali. Disamping kesedihan dan rasa takut, Ibu diberikan kesempatan menyaksikan, bukan yang mengalami, ceritakan kepada kami yang mendoakan Ibu cepat sembuh, pesan Ibu untuk kami?’) Ibu bernama Hanifah itu mengatakan, ‘Rasanya mau mati, (jadi) ingat Tuhan. Mungkin, selama ini saya kurang ingat Tuhan, kepada yang sehat agar ingat Tuhan. Mungkin, saya ada sedikit kesombongan dalam diri saya, ini ujian untuk saya, saya terima apa adanya, yang sehat tolong ingat Tuhan kembali.’

***

Di sini kami belajar bahwa bukan yang terjadi pada kita yang menentukan, tetapi apa yang kita lakukan karena yang terjadi itu.

***

(Mario Teguh berbicara dengan jurnalis yang meliput peristiwa gempa). Mereka membuat peristiwa ini secara nasional diketahui, secara emosional kita jadi terlibat, segeranya bantuan tidak bisa dilepaskan dari peran jurnalis. Jadi kalau orang menyumbang, teman-teman jurnalis lah yang menyebabkan sumbangan itu terjadi, pemberitaan gencar mengakibatkan perubahan besar sekali. Kami yang datang (dua minggu kemudian), melihat kehidupan yang belum sepenuhnya utuh, telah kembali, ada semangat untuk kembali ke kehidupan normal, wajar. Pekerjaan itu mulia sekali.

***

Kehidupan yang ada yang kita sepelekan cuma duniawi, hati-hati, jadilah pribadi pengasih penyayang. Kalau dunianya baik, akhiratnya baik. Kalau Tuhan mencintai orang yang bermanfaat bagi orang lain, itu bermanfaat dalam hidup. Kehidupan surga itu dimulai dari sini, menjadi pribadi penyayang, pengasih. Melihat semua orang sama indahnya dengan kita. Kalau kita mau memiliki pandangan yang diharapkan Tuhan, melihat semua orang dengan kasih sayang, semua sama, semua orang butuh disayangi.

***

Kami melihat orang Padang kuat sekali, cepat sekali bangkit, membuktikan bahwa kita lebih kuat daripada yang dicoba, sehingga kita lihat dua minggu lalu berbeda sekali dengan yang sekarang.

***

(Mario Teguh berbicara dengan seorang nenek yang kehilangan anggota keluarga dan rumahnya). Sahabat Indonesia yang hatinya baik, kalau ada kelebihan sedikit, Anda kirimkan, jangan khawatir bantuan tidak sampai, kirimkan saja, lihat wajah Ibu ini, lihat ribuan orang yang perasaannya sama dengan Ibu.

***

(Mario Teguh di depan sekelompok jurnalis). Jangan pernah puas dengan baik kalau lebih baik masih mungkin. Kita mencukupkan dengan baik padahal belum tentu baik. Kalau ditanya apa kabar, katakan ‘super!’ itu melatih mental supaya tidak menyesuaikan diri dengan yang kurang. Karena, kurang pun kalau sudah terbiasa jadi baik. Maka, jadilah orang yang menuntut lebih baik, mengupayakan lebih baik. Adakah pertanyaan, apa penting yang kita lakukan dalam hidup ini? Mau ke mana kita? Kok, nggak selesai-selesai, masih membuat salah terus, masih tergesa-gesa di sini, ceroboh di sini, masih marah di sini, adakah perasaan seperti itu?

***

Kita tidak akan masuk ke keadaan sulit ini kalau kita tidak kuat. Hanya yang kuat dengan pekerjaan seperti ini. Soal orang memperhatikan kita atau tidak, itu cerminan hidup, bahwa kita itu tidak mungkin selalu mendapat perhatian yang kita minta. Jadi, kita itu harus jadi orang yang didahulukan. Hidup tidak enak dinomorakhirkan, ada yang menggantikan kita lebih murah, kita tidak lebih penting, ada yang lebih pandai dari kita. Jadi, urutan karier itu ada tiga. Pertama, melakukan yang bisa dilakukan orang, dibayarnya sama karena ada beberapa orang, pelan-pelan naik ke kedua, bisa mengerjakan yang sulit dikerjakan orang, yang dilakukan ini sedang latihan supaya bisa melakukan sesuatu yang sulit dilakukan orang lain. Ketiga yang utama, melakukan yang tidak mungkin dilakukan orang lain. Berjalannya waktu, tahu-tahu bisa melakukan hal yang tidak mungkin dilakukan orang lain.

***

Urutan karier itu, pertama kita melakukan yang bisa dilakukan orang lain, kedua melakukan yang sulit dilakukan orang lain, ketiga melakukan yang tidak mungkin dilakukan orang lain.

***

Orang Padang kuat sekali, cepat sekali bangkit. Ada waktu untuk bersedih, tetapi ada waktu membuktikan bahwa kita bisa segera menjadi lebih kuat daripada yang dicoba ke kita, sehingga saya lihat dalam perjalanan ini, mungkin kita lihat dua minggu lalu, beda sekali dengan yang kita lihat sekarang.

(Tentang isu yang membuat khawatir), kalau Anda tahu bahwa itu isu, mengapa Anda mengizinkannya mengganggu tidur Anda, mengusik kehidupan Anda. Kalau Anda tahu itu tidak benar, mengapa Anda menjadi tidak bahagia karena itu. Jadilah pribadi yang mencontohkan kekuatan.di atas semua itu

***

Kita belajar menghayati bagaimana kekuatan hati saudara kita di Padang, bagaimana mereka mengembalikan kehidupan ke taraf hampir paling normal. Saudara kita di Padang dan sekitarnya akan kembali dan melampaui kualitas kehidupan mereka sebelumnya. Saya berdiri di atas jembatan Siti Nurbaya, menyaksikan bagaimana kehidupan, bahwa kita tidak bisa menghindari masalah, bahwa sebagian dari kita duduk di atas masalah. Tetapi kehidupan ini, keberhasilannya bukan karena kita bebas dari masalah, tapi karena masalah apapun yang kita hadapi, kita mengapung di atasnya. Seperti kapal-kapal ini, mereka ini lebih berat dari air tetapi mereka mengapung. Mereka lebih berat. Kita tidak lebih kuat dari gempat, tidak lebih kuat dari badai, tidak lebih kuat dari topan, tapi kita diberikan pikiran, kecerdasan, kesungguhan, tenaga, untuk bekerja sama membangun kehidupan lebih baik terjadi di atas.

***

Pelajaran paling penting dalam kehidupan yang bisa kita lihat di sini, apabila kita bersaudara, mensaudarakan diri, tidak ada penderitaan terlalu kuat karena semua orang di sekitar kita, bahkan yang bukan saudara menjadi saudara saat bencana seperti ini terjadi. Maka, baiklah pada orang sekitar, mudahkanlah hubungan yang baik, mudahkanlah pengertian yang baik agar saat bencana terjadi, walau kita tidak berharap, kita tetap menjadi pribadi yang bersama-sama membangun pribadi yang kuat. Dekatkan diri Anda bagi orang lain lalu perhatikan apa yang terjadi.

(Mario Teguh Golden Ways by Siti Afifiyah dalam Tabloid Wanita Indonesia edisi 1036)

No comments: