Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu? dan Kami telah menghilangkan daripada bebanmu, yang memberatkan punggungmu? Dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu. Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan hanya kepada Tuhanmu lah hendaknya kamu berharap. (Surat Al Insyirah)

Wednesday, November 24, 2010

66. Cahaya dari Tanah Suci




Kita diundang untuk mengunjungi Tuhan agar kita dimuliakan menjadi pribadi yang berkualitas untuk dipuji, hidup dalam kenikmatan dan hidup dalam kekuasaan, untuk memastikan kebaikan dan mencegahnya keburukan bagi saudara-saudara kita. Undangan itu tidak hanya berlaku di Tanah suci, tapi berlaku untuk seluruh kehidupan kita.

Ibadah itu bukan hanya kehadiran tapi keseluruhan prosesnya. Begitu juga dengan kebahagiaan bukan akhir dari sebuah perjalanan, tapi kualitas dari sebuah perjalanan. Keberadaan kita di Tanah suci telah menjadi awal dari keajaiban dari hal-hal yang kita saksikan, bahwa Tuhan Yang Maha Besar dan Maha Suci itu memperhatikan yang sangat kecil dari diri kita.

Pedang yang Memenangkan Perang
Dalam menyerahkan diri kepada Tuhan, kita kembali kepada perumpamaan diri kita sebagai pedang. Kalau kita mau menyerahkan diri kita kepada seorang juara yang akan menggunakannnya untuk memenangkan peperangan, kita tidak boleh menyerahkan pedang seadanya.

Banyak orang berserah diri pada Tuhan, menyerahkan diri apa adanya. Ia mengerti bahwa konsep berserah itu adalah apa adanya dirinya. Lalu mengharapkan Tuhan menggunakan dirinya untuk sehebat-hebatnya penggunaan. Mulai hari ini, mari kita mengerti bahwa seorang pendekar yang akan berperang tadi membutuhkan sebaik-baiknya pedang. Apabila diri kita sebuah pedang maka tajamkan diri, kilatkan diri, diminyaki dan disarungi dengan baik, diberikan gagang yang cantik sehingga penggunanya akan memilih pedang kita, dibandingkan pedang-pedang lain yang tersedia.

Sehingga dalam konteks pribadi, yang mau menyerahkan diri kepada Tuhan untuk penggunaan yang sehebat-hebatnya, harus menghebatkan dirinya. Malu menyerahkan diri apa adanya, sehingga apabila kita berserah, mari berserah sebagai pribadi yang terbaik dari yang bisa kita upayakan dari diri kita sendiri. Marilah kita ingat bahwa sebaik-baiknya manusia adalah manusia yang bermanfaat. Karena Tuhan-lah yang menjadikan kita bermanfaat, tetapi saat kita dimanfaatkan, kita dimuliakan. Jadi kalau begitu jangan pernah serahkan diri kita pada Tuhan untuk penggunaan terbaik, tanpa menjadi pribadi yang terbaik untuk diserahkan pada Tuhan.

Tiga Tugas Sebagai Kekasih Tuhan
Kalau kita berbicara sangat serius, kita bersumpah demi Tuhan. Kalau Tuhan bicara sangat serius, Beliau berkata demi masa, demi waktu. Tuhan memiliki waktu dan semua kekayaan dan kenikmatan di dalam waktu itu. Beliau minta waktu sedikit dari waktu yang disediakannya untuk kita sebagai masa untuk memuji-Nya, memuliakan-Nya.

Kita kadang-kadang meragukan kemampuan Tuhan untuk menjadikan kita apapun yang Beliau kehendaki. Tuhan mengatakan kalau Aku berkenan, maka Aku bisa jadikan apapun. Dan Tuhan menggariskan, bahwa kehidupan yang mulia adalah menjadi orang yang beriman. Lalu yang berlaku baik menasihatkan menuju kepada yang benar, dan yang menasihatkan menuju kepada yang sabar .Jadilah pribadi yang dimuliakan Tuhan karena kita tulus menggunakan waktu kita bagi pemuliaan Tuhan, pemuliaan kehidupan, dan pemuliaan diri kita sendiri.

Tiga tugas kita sebagai kekasih Tuhan adalah meminta pada Tuhan yang Maha Pengasih, memantaskan diri dari penerimaan dari permintaan kita, dan menerima dengan kesyukuran. Meminta itu sesuatu yang sederhana tapi tidak dilakukan oleh kebanyakan orang bahkan oleh orang yang taat di antara kita. Mereka lama beribadah, lama merasa meminta tetapi sebetulnya yang ada adalah tantangan.

Misal, ada seorang yang sedang ibadah di Masjid Nabawi karena khawatir sandalnya hilang ia menaruh sandalnya dengan mengatakan, “Kalau hilang, maka saya ikhlas”. Padahal kita tidak boleh ikhlas akan sesuatu yang belum pasti terjadi. Karena kita takut kehilangan, maka kita berdoa. Tetapi setelah ditetapkan terjadi baru kita ikhlas.

Ditempat yang mulia seperti itu semua harapan yang dikatakan atau yang tidak dikatakan didengar oleh Tuhan. Beliau Maha Mengerti, Beliau mengharapkan kita kalau meminta maka memintalah, jangan menantang. Memintalah sederhana saja, karena permintaan sederhana dan jujur adalah pengakuan keimanan.

Untuk Percaya Tak Harus Mengerti
Untuk percaya, kita tidak harus mengerti, karena keimanan itu adalah penyerahan yang belum tentu bisa dijelaskan. Tuhan menunjukkan hal-hal logis dalam kehidupan kita, bukti-bukti yang bisa kita amati dengan indera kita, bahwa keyakinan kepada yang baik akan membaikkan kehidupan. Tetapi dalam semua hal yang logis itu Tuhan selalu menyisipkan hal-hal yang tidak logis untuk menguji keutuhan keimanan kita. Seperti perjalanan Isra Mi’raj ke Sidratul Muntaha, ke langit yang berlapis-lapis itu hanya dalam waktu semalam, di abad di mana teknologi untuk mempercepat perjalanan belum sebaik sekarang.

Sehingga akan selalu ada komponen tidak logis dalam logika keimanan kita. Karena kalau semuanya logis kita tidak membutuhkan Tuhan. Orang yang menginginkan segala sesuatu terhitung pasti, sebelum dia memulai tidak membutuhkan ketidaklogisan yang menjadi peran Tuhan.

Ingatlah bahwa Tuhan akan campur tangan dalam pekerjaan orang yang tidak mungkin diselesaikannya apabila dia mengkekasihkan diri kepada Tuhan. Berserahlah sepenuhnya, maka akan banyak hal-hal yang tadinya tidak mungkin menjadi mungkin bagi orang yang beriman.

Kita menyeru labbaikallahumma labbaik, aku datang memenuhi panggilanmu, Ya Allah. Berarti datangnya karena dipanggil, itu sebabnya kita bisa lihat bahwa tidak berarti yang dipanggil dan mendengar itu dekat jaraknya, tetapi yang dekat kepada Tuhan.

Mudah-mudahan sepulangnya dari Tanah suci kita diberi kemampuan, kemampuan untuk menikmati yang sudah ada. Karena menikmati yang sudah ada merupakan syarat pelimpahan kenikmatan berikutnya. Dan mudah-mudahan ketika pulang kita menjadi pribadi yang lebih berwenang karena perintah amar ma’rf nahi mungkar tidak ditujukan bagi orang lemah, itu diturunkan bagi orang yang berwenang seperti kita.

Keindahan dari beribadah di Tanah suci tidak akan mungkin sampai pada orang-orang yang belum siap sampai di sini. Maka marilah kita berdoa agar Tuhan tidak akan memperlama kerinduan hati para sahabat yang sudah lama ingin sampai di sini. Tuhan tidak membedakan siapapun. Tidak ada kebaikan yang utuh yang tidak dirahmati Tuhan.

Jangan pernah serahkan diri kita pada Tuhan untuk penggunaan terbaik tanpa menjadi pribadi yang terbaik untuk diserahkan pada Tuhan

Tiga tugas kita sebagai kekasih Tuhan adalah meminta pada Tuhan yang Maha Pengasih, memantaskan diri dari penerimaan dari permintaan kita, dan menerima dengan kesyukuran

Untuk percaya, kita tidak harus mengerti, karena keimanan itu adalah penyerahan yang belum tentu bisa dijelaskan

Akan selalu ada komponen tidak logis dalam logika keimanan kita, karena kalau semuanya logis kita tidak lagi membutuhkan Tuhan

Kita tidak boleh ikhlas akan sesuatu yang belum pasti terjadi, karena kita takut kehilangan, maka kita berdoa, tetapi setelah ditetapkan terjadi barulah kita ikhlas


Mario Teguh Golden Ways dalam Tabloid Wanita Indonesia edisi 1091 (2010)

No comments: