Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu? dan Kami telah menghilangkan daripada bebanmu, yang memberatkan punggungmu? Dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu. Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan hanya kepada Tuhanmu lah hendaknya kamu berharap. (Surat Al Insyirah)

Wednesday, November 24, 2010

60. Rezeki ‘Njepret’




Banyak sekali orang yang rejekinya sedang tertunda, dan berdoa kapan segera beroleh rejeki itu.

Kebanyakan dari kita terus menua, tetapi rejekinya tidak sama dan sejalan dengan usia kita. Karena kita menua tetapi sering berbuat salah, tidak mau mendengarkan nasihat, sering ngeyel, dan sebagainya.

Kaya Sesuai Usia
Rejeki itu harusnya sama dengan dimana kita berada. Kalau ia usia 40 tahun harusnya kaya-nya sesuai dengan usia 40 tahun, pangkatnya juga setinggi yang direncanakan Tuhan. Tetapi semua ini tidak akan tercapai jika sejak kecil tidak dilatih disiplin, misalnya sekolah saja masih suka bolos, ujian sibuk cari contekan. Ia memang sibuk, tetapi ia sibuk dengan jalan yang tidak jujur. Sehingga banyak orang dengan rejekinya yang tidak besar, karena belum berlaku baginya, rejeki yang pantas sesuai usianya.

Jika ingin berejeki baik, kita harus ikhlas melepaskan perilaku yang selama ini memperlambat pertumbuhannya. Kalau kita ta’at kepada yang benar, kita akan berjalan dengan rejeki yang sesuai dengan menuanya diri kita. Yang menjadikan seseorang itu hebat atau kecil adalah pendapat. Perhatikan orang yang hidupnya lemah, lambat dan marah kepada lingkungannya adalah orang yang sulit mengubah pendapatnya.

Menyuapi bayi tikus dengan susu gajah, tidak akan membuatnya menjadi gajah. Sehingga kita bisa memilih menjadi bayi gajah. Siapapun Anda jika ingin berhasil, putuskan sekarang bahwa “Aku bayi gajah”; lalu perhatikan para gajah, dan tiru perilaku gajah. Terkadang kita tidak “njepret” rejekinya karena kita itu bayi gajah yang berperilaku kecil. Kita berperilaku kecil karena yang dikhawatirkannya yang kecil-kecil, yang dipikirkannya yang kecil-kecil dan yang dipertengkarkannya dengan orang yang kecil-kecil.

Kalau kita ingin rejeki kita menyusul, bagaimana kalau kita abaikan dulu yang kecil-kecil yang terbukti tidak memuliakan kita? Boleh kita ambil pikiran orang-orang yang besar, perasaan mereka, lalu perilaku mereka, meniru. Kalau meniru yang baik, mengapa ditolak? Terutama bagi yang muda, kalau mau sama, samalah dengan yang hebat, kalau mau beda, bedalah dengan yang lemah.

Ikhlas Melakukan yang Sulit
Sebenarnya semua jawaban permasalahan dalam kehidupan kita itu harusnya sederhana. Tetapi kita sering tidak percaya kalau jawabannya tidak kompleks. Contoh; dukun yang rumahnya dekat dengan kita itu tidak manjur. Dukun harus jauh sehingga harus menempuh perjalanan yang berat sampai itu manjur.

Sama dengan nasihat, kalau nasihat datang dari orang dekat tidak didengarkan, kalau dari orang lain didengarkan. Sehingga kita sulit menemukan jawaban yang baik, karena yang dekat baik tidak didengarkan dan yang jauh salah dituruti.

Jadi mulai sekarang coba disederhanakan. Kalau memang harus bersemangat, ya bersemangatlah. Nah, masalahnya, bagaimana kalau kita malas? Ada orang yang memang dilahirkan asli pemalas. Dan semua orang sebetulnya berbakat menjadi pemalas, karena malas itu tenaga yang hebat.

Lihat saja, kita mau jadi kaya agar bisa menugaskan orang lain untuk mengerjakan hal yang tidak kita sukai, kita ingin membangun rumah yang besar maka kita tugaskan orang lain. Kita setiap hari bekerja keras supaya bisa malas-malasan nantinya. Jadi lakukanlah sesuatu yang sederhana, yang Anda sudah tahu jawabannya. Lalu pastikan Anda setia dalam jalan yang sederhana itu.

Ada anggapan bahwa kita tidak mungkin ikhlas melakukan sesuatu yang kita anggap sulit dan tidak ada gunanya. Berapa banyak orang yang mengatakan ‘malas ah’? Itu anggapannya berarti pekerjaannya tidak berguna, meletihkan, tidak menguntungkan.

Berapa banyak juga orang yang mengatakan ‘habis bagaimana dong’? Itu berarti orang seperti ini melakukan sesuatu yang sudah pasti disalahkan orang, dan jawaban yang dia tahu cuma itu. Orang-orang yang menganggap ‘hanya itu yang bisa saya lakukan’ sering menggunakan kata itu.

Bandingkan dengan seseorang yang apabila diajak melakukan sesuatu dia menjawab ‘boleh’, atau ‘kemana? apa yang mau kita kerjakan?’, atau ‘kita bisa belajar apa dari situ?’. Atau seseorang yang ketika melakukan sesuatu bertanya pada dirinya sendiri ‘ada tidak cara yang lebih baik dari ini?’. Coba Anda kembali pada bisnis Anda masing-masing, dan tanya ‘adakah cara yang lebih baik lagi?’.

Setia Kepada yang Benar
Penderitaan tidak harus datang dari penderitaan. Kebahagiaan yang ditelantarkan pun bisa jadi sumber penderitaan. Banyak orang yang pada waktu punya uang sedikit, lebih hati-hati dan berhemat. Lebih mau meminta tolong ke istri, ke anak atau ke tetangga untuk bekerja sama. Setelah kaya, dia menjadi sombong karena dia merasa segala sesuatu bisa dibeli.

Lalu kepada istri dia berkata ‘kalau bukan karena aku yang mencari uang, kalian mau makan apa?’. Padahal dia hanya melewatkan rejeki keluarga. Tidak ada orang yang rejekinya untuk dia sendiri. Rejeki itu compounded, berarti orang tidak boleh sombong. Karena kesombongannya itu nantinya akan diberi masalah, seperti rejekinya hanya untuk sendirian, jadi hanya sedikit.

Lakukan yang benar, soal nanti orang lain berbuat tidak benar, itu bukan urusan kita. Jangan sampai kekhawatiran kita bahwa orang lain akan tidak berlaku jujur membuat kita tidak berlaku jujur. Setialah kepada yang benar.

Dalam upaya kita mencari rejeki, kita sering sekali lupa mensyukuri apa yang sudah menjadi rejeki kita. Jadi mungkin yang kita cari ini menjadi lebih baik karena kita tahu mana yang sudah kita miliki. Sehingga kita tidak bekerja dengan mengeluhkan yang sudah kita miliki. Sehingga kita hanya berfokus pada apa yang belum kita miliki.

Contohnya, jika seseorang gajinya Rp 10 juta/bulan, berapa rejekinya? Ya Rp 10 juta. Tapi bulan ini dia tidak kehilangan handphone yang harganya Rp 8 juta, lalu tidak menyenggol 8 mobil mewah yang totalnya mungkin bisa Rp 64 juta, tidak kena fitnah sehingga tidak harus buat konferensi pers seharga Rp 30 juta, lalu anak bisa sembuh dari sakitnya tanpa diobati, coba ditotal itu semua. Kita itu sering menyepelekan rejeki. Kita menganggap rejeki itu hanya uang, kita mengeluh kalau uang kita sedikit.

Rejeki itu sebetulnya besar dan sudah kita miliki. Tugas kita sekarang adalah menggunakan rejaki yang sudah ada pada kita sebagai pemulia kehidupan orang lain. Supaya dengannya kita dimuliakan dengan rejeki yang lebih besar.

Rejeki Paling Bernilai
Kita tidak boleh membatasi bahwa yang dinamakan rejeki itu hanya yang sudah dinikmati. Bahkan yang tidak kita sadari sudah ada pada kita, itu sudah termasuk rejeki. Tabungan yang belum digunakan itu rejeki, tapi rejekinya berupa kewenangan. Orang yang mempunyai tabungan lebih berwenang merencanakan sekolah yang baik untuk anak-anaknya, rumah yang sehat bagi keluarganya, kendaraan yang aman untuk istrinya.

Jadi, jangan batasi konsep yang disebut rejeki. Karena rejeki yang paling penting, paling indah, paling bernilai adalah iman. Itu sebabnya kita berdoa ‘Tuhan, ijinkan aku hidup dalam keimanan, bahkan ijinkan aku mati dalam keimananan’. Di dalam doa itu mudah-mudahan kita sehat, mudah-mudahan kita damai, mudah-mudahan kita sejahtera, mensejahterakan orang lain, dapat memimpin dengan amanah.

Itu sebabnya jangan batasi hak kita untuk menjadi berhasil semuda mungkin. Untuk mencapai tingkat setinggi mungkin dari kedudukan serendah apapun, janganlah pernah putus harapan, karena harapan adalah satu-satunya benang yang menghubungkan orang yang paling tersiksa dengan yang bisa menolongnya, yaitu Tuhan. Sederhananya, kalau kita belum cukup pandai, maka berimanlah. Setelah pandai karena sering salah dalam menggunakan kepandaian, berimanlah. Kalau ragu, maka berimanlah. Kalau yakin dan sering salah karena keyakinan, berimanlah. Iman itu solusi bagi kehidupan.

Pribadi yang Menyelesaikan Masalah
Jika ada yang bertanya ‘sampai kapan suatu keadaan akan bertahan?’ Itu tergantung dari apakah Anda meneruskan cara-cara Anda yang sama, itu saja. Karena hidup kita itu selalu ada masalah. Masalah dihadirkan dalam hidup kita untuk diselesaikan. Banyak orang tidak menyelesaikan tapi hanya menyesuaikan diri dengan masalah.

Misalnya, setiap kali banjir naik 30 cm di ruang tamu, yang anda lakukan cuma naik ke kursi. Jika sedang kekurangan uang, yang Anda lakukan adalah berhemat tanpa mau melihat pentingnya mencari uang lebih.

Jadi bagi orang yang bertanya ‘sampai kapan penderitaanku akan berakhir?’, harusnya kembali bertanya ‘sampai kapan saya hanya akan menyesuaikan diri dengan masalah dan tidak menjadi pribadi yang kuat yang menyelesaikan masalah?’.

Mari ambil contoh dari sebuah ketapel yang powerful. Jika diibaratkan karet ketapel itu rejeki kita, dan kayunya sebagai umur kita, bagaimana jika mulai hari ini kita menempatkan pilihan untuk melepaskannya? Perhatikan, bahwa setiap orang yang menjadikan kehidupan yang besar selalu mencapai kebesarannya melalui pilihan-pilihan yang baik.

Pilihlah bahasa yang baik untuk keluar dari bibir Anda, atau dari tulisan Anda. Berdirilah dengan cara yang menjadikan Anda pemandangan yang baik bagi yang melihat. Jadikanlah suara Anda menjadi penghibur bagi duka nestapa orang. Kalau kita lakukan itu, kalau kita pilih, maka perhatikan orang-orang yang memilih dengan hati-hati untuk menjadi pribadi pilihan.

Contohnya, kalau Anda sudah menjadi pribadi pilihan, orang pasti akan berkata ‘Erna saja’, untuk mengerjakan ini ‘Eko saja’, untuk mengerjakan itu ‘Hari saja’, Anda selalu terpilih. Jadi kalau begitu sebetulnya kita sedang memilih pikiran, perasaan, dan tindakan yang baik untuk menjadikan kita pribadi pilihan supaya rejeki kita ‘njepret’, kembali ke seharusnya rejeki kita. Itulah kenapa dalam doa kita dianjurkan untuk banyak meminta maaf, supaya kalau dimaafkan kita kembali kepada kualitas seperti yang direncanakan dulu.

Jadi mari kita simpulkan, kalau ikhlas itu adalah kekuatan yang paling besar, itu betul. Karena keikhlasan menjadikan kita kembali kepada kualitas yang direncanakan Tuhan. Yang berejeki baik, yang sejahtera, yang berbahagia dan yang dirindukan kehadirannya oleh keluarga dan rekan-rekannya. Pilihlah pikiran yang baik, pilihlah perasaan yang baik, dan pilihlah tindakan yang baik, lalu perhatikan apa yang terjadi.

• ‘Kalau kita ta’at kepada yang benar, kita akan berjalan dengan rejeki yang sesuai dengan menuanya diri kita’

• ‘Ada orang yang memang dilahirkan asli pemalas. Dan semua orang sebetulnya berbakat menjadi pemalas, karena malas itu tenaga yang hebat’

• ‘Lakukan yang benar, soal nanti orang lain berbuat tidak benar, itu bukan urusan kita. Setialah kepada yang benar’

• ‘Rejeki yang paling penting, paling indah, paling bernilai adalah iman’

• ‘Setiap orang yang menjadikan kehidupan yang besar selalu mencapai kebesarannya melalui pilihan-pilihan yang baik’


Mario Teguh Golden Ways dalam Tabloid Wanita Indonesia edisi 1085

No comments: